Mengenal Mutiara, Asal-usul dan Proses Pembentukannya
ekor9.com. Sekian lama, mutiara dikenal sebagai simbol kesucian dan kemurnian, serta kerap menjelma dalam rupa perhiasan dengan nilai yang fantastis. Dan, setidaknya, terdapat empat jenis mutiara yang menjadi komoditas berharga bagi dunia, yaitu mutiara air tawar, mutiara laut selatan, mutiara hitam, dan mutiara akoya. Nah, yang perlu kita ketahui, Indonesia menjadi salah satu penyuplai utama mutiara laut selatan di pasar Internasional.
Karena itu, untuk mempertahankan hasil laut yang menguntungkan ini, kita perlu berkontribusi dalam menjaga kelestarian bahari. Apalagi, dengan mengandalkan tangkapan alam, ketersediaan mutiara menjadi sangat terbatas dan terus mengalami penurunan.
Maka, agar makin semangat mendukung eksistensi mutiara di perairan nusantara, kamu perlu mengenal seluk-beluk mutiara terlebih dahulu. Yuk, kita telusuri asal-usul dan proses pembentukannya!
Dari mana mutiara berasal?
Pada dasarnya, setiap jenis moluska dapat membentuk mutiara secara alami. Namun, ada beberapa jenis moluska yang dapat menghasilkan mutiara bernilai tinggi, dan sebagian lainnya hanya menghasilkan mutiara yang tidak bernilai.
Moluska istimewa yang dapat menghasilkan mutiara berharga ini terdiri dari beberapa jenis tiram dari famili Pteriidae, yang kerap dijuluki sebagai tiram mutiara atau karang mutiara, yaitu:
- Pteria penguin, yang juga kerap disebut tiram mutiara bersayap, menghasilkan mutiara yang tidak bundar sempurna.
- Pinctada margaritifera, penghasil mutiara hitam.
- Pinctada maxima, yang mendominasi perairan Indonesia dan menghasilkan mutiara laut selatan.
- Pinctada fucata, marak dibudidayakan di Jepang dan menghasikan mutiara Akoya.
Selain mutiara dari lautan, mutiara juga terbentuk di air tawar, melalui proses alami pada beberapa jenis remis, seperti Hyriopsis cumingii, Cristaria plicata, dan Margaritifera margaritifera.
Bagaimana proses pembentukan mutiara?
Untuk dapat menghasilkan sesuatu yang langka dan berharga seperti mutiara, bukan perkara mudah bagi moluska. Mutiara terbentuk karena terdapat faktor iritan atau pengganggu yang masuk ke dalam mantel, melukai, dan mengancam keselamatan moluska, seperti pecahan cangkang, butiran pasir, atau benda asing lainnya.
Maka, sebagai bagian dari mekanisme perlindungan diri, moluska mengeluarkan zat nacre, berupa senyawa yang sama dengan pembentuk cangkangnya, yaitu aragonit (mineral) dan conchiolin (protein), untuk menyelubungi benda asing tersebut di dalam mantel moluska, sehingga sedikit demi sedikit mutiara pun terbentuk.
Sementara itu, moluska juga menghasilkan lapisan nacre untuk memperbaiki cangkang mereka, sehingga menghasilkan induk mutiara atau populer dengan istilah mother of pearl.
Pada proses alami, faktor iritan dan proses pembentukan aragonit, memengaruhi wujud mutiara. Karena itulah, mutiara yang terbentuk di alam sering kali memiliki ketidaksempurnaan. Menurut American Museum of Natural History, salah satu cara untuk membedakan antara mutiara alami dan mutiara artifisial, yaitu dengan menggosokkan mutiara ke gigi. Mutiara alami akan terasa berpasir, sedangkan mutiara artifisial akan terasa halus.
Apakah mutiara dapat dibudidayakan?
Kebutuhan dunia terhadap mutiara, tidak sebanding dengan kelangkaan mutiara yang terbentuk secara alami. Karena itu, mutiara hasil tangkapan alam menjadi amat langka, dengan nilai jual yang melambung tinggi.
Kondisi tersebut, mendorong inisiatif manusia untuk mulai membudidayakan mutiara, yang pada prosesnya, dilakukan intervensi pada faktor iritan yang memicu moluska menghasilkan mutiara. Kemudian, tiram mutiara ditempatkan pada sebuah keranjang dan baru bisa dipanen sekitar 2 tahun lamanya.
Menarik sekali, bukan? Melalui moluska pembentuk mutiara, kita belajar bahwa untuk menghasilkan sesuatu yang berharga, kita harus melalui proses yang panjang, tidak instan, hingga melibatkan rasa sakit dan aneka pengorbanan. Cool!