6 Cara Menjaga Kualitas Air Tambak Udang Intensif
Air bagi udang windu, sama mutlaknya dengan oksigen bagi manusia. Agar udang dapat hidup dan tumbuh sempurna di dalam tambak, ia menuntut para meter air tertentu.
Tanpa bisa menciptakan kondisi air sesuai kemauannya, jangan berharap bisa meraih untung banyak dari tambak.
Secara praktis, mutu air yang dimaksudkan di sini ialah kondisi air yang memungkinkan udang yang dipelihara di dalam tambak dapat hidup dan tumbuh dengan baik. Udang windu seperti halnya makhluk penghuni perairan lainnya, memiliki toleransi tertentu terhadap parameter perairan.
Oleh karena itu agar budidaya udang bisa sukses, analisa terhadap mutu air tambak mutlak dilakukan. Tujuannya untuk mengetahui kondisi air tambak kita secara akurat, serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi, seperti faktor kimiawi, fisika, dan biologi. Dari data hasil analisa ini akan diketahui apakah kondisi air tambak itu sesuai atau belum dengan tuntutan udang. Kalau belum, maka diambillah langkah-langkah penyesuaian.
Adapun faktor-faktor parameter mutu air tambak yang minimal perlu senantiasa dipantau ialah :
Daftar Isi :
1. Kadar garam (salinitas)
Berdasarkan pengalaman di lapangan salinitas air ideal untuk pertumbuhan optimal udang di tambak berkisar antara 15-26 permil. Namun demikian, udang windu masih mampu beradaptasi pada kisaran garam 3-45 permil. Bahkan di tambak pernah dijumpai udang masih hidup pada kadar garam 50 permil.
Pada siklus hidupnya, udang windu membutuhkan salinitas yang berbeda. Menurut hasil wawancara penulis dengan Prof. Sha Chang Ping, Guru Besar dari Aquaculture Extention National Ping Tung Institute, Taiwan yang belum lama ini berkunjung ke Indonesia, salinitas yang dibutuhkan udang adalah sebagai berikut.
Untuk PL (post larva) 10-15 adalah 30-25 permil, PL 20-25 antara 20-25 permil, udang kecil (juvenil) antara 18-20 permil, sedang udang dewasa 15-20 permil. Menjelang panen salinitas dinaikkan kembali sampai 30 permil secara perlahan.
Pemeliharaan udang pada salinitas tinggi, akan menyebabkan mundurnya masa pemeliharaan menjadi lebih dari 3,5 bulan. Hal ini disebabkan oleh terhambatnya pertumbuhan udang selama beradaptasi terhadap salinitas tinggi tersebut.
Sebaliknya, udang yang dipelihara pada salinitas rendah (5-10 permil) akan menjadi lemah dan berwarna biru karena miskinnya kandungan garam organik air laut. Kondisi udang pun lemah sehingga mudah terkena penyakit.
2. Oksigen terlarut
Ketersediaan oksigen di dalam air tambak amat menentukan kehidupan udang. Oksigen selain untuk pernafasan udang, sekaligus juga berfungsi untuk keperluan proses oksidasi bakteri aerob di dasar tambak.
Dengan penebaran benur sebanyak 25-35 ekor/meter persegi, dibutuhkan oksigen terlarut sebanyak 5-10 ppm (mg/l). rendahnya oksigen terlarut di dalam tambak akan berpengaruh terhadap fungsi biologi-kimiawi serta lambatnya pertumbuhan udang.
Kasus rendahnya oksigen di dalam tambak biasanya terjadi pada malam hari saat phytoplangkton tidak berfotosintesa, bahkan sebaliknya mengkonsumsi oksigen. Keadaan ini bisa mencapai titik kritis (3 ppm), yang ditandai dari mengambangnya udang di permukaan air atau melompat keluar tambak.
Untuk mengatasi hal ini, aerator harus dioperasikan. Sebaliknya, oksigen terlarut di dalam tambak juga tidak boleh kelewat jenuh (over saturated) (lebih dari 10 ppm) karena bisa mengakibatkan emboli pada udang yang akhirnya membawa kematian.
3. Suhu
Pertumbuhan dan daya hidup udang juga sangat dipengaruhi oleh suhu air. Suhu optimum untuk mencapai pertumbuhan udang berkisar antara 26 derajat – 32 derajat celcius. Menurut para ahli, udang windu masih dapat hidup dalam kisaran suhu 14 derajat – 40 derajat celcius, tetapi ia baru aktif pada rentang suhu 18 derajat – 36 derajat celcius.
Dalam batasan kisaran suhu yang dapat ditolelir udang, setiap kenaikan 10 derajat celcius akan meningkatkan metabolisme udang pada suhu 30 derajat celcius akan menjadi dua kali lipat dari suhu 20 derajat celcius.
Suhu air juga dapat mempengaruhi kehidupan udang secara tidak langsung. Semakin tinggi suhu air, semakin rendah daya larut oksigen. Pada suhu 36 derajat celcius dan salinitas 36 ppm, nilai kelarutan oksigen dalam air 5.3 ppm, sedang pada suhu 30 derajat celcius dengan salinitas yang sama, tingkat kelarutan oksigennya sekitar 6,14 ppm. Masalah lain yang muncul sehubungan dengan suhu ini ialah kepadatan air.
Sekedar diketahui, berat air akan mencapai titik maksimal pada suhu 4 derajat celcius. Dengan demikian, semakin dalam tambak maka lapisan air di bagian dasar akan semakin dingin dan berat ketimbang di permukaan. Alhasil, terjadilah pelapisan air (stratifikasi) dan dasar tambak menjadi anerob dan tercemar oleh hasil-hasil pembusukan. Guna mengatasinya, aerator sangat berperan sekali.
4. Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman air tambak pun bisa berpengaruh langsung bagi kehidupan udang di tambak. Kisaran pH untuk tambak menurut Boyd (1984) antara 7-9. Akan tetapi pH ideal berdasarkan pengalaman sekitar 7,7-8,5. Angka pH 8,6-9 ternyata sudah kurang baik bagi benur yang baru ditebar, sedangkan pH 9 sudah sangat merugikan karena phytoplankton yang tak dibutuhkan akan tumbuh subur, serta kulit dan insang udang akan mudah terluka.
Sebaiknya bila pH kelewat rendah kulit udang menjadi keropos dan lembek karena terganggunya proses chitinisasi (pergantian kulit baru). Winckins (1976) membuktikan bahwa pada pH 6,4 akan menurunkan laju pertumbuhan udang sebesar 60%. Umumnya pH air tambak rendah terjadi waktu fajar, dan akan kembali melonjak tinggi ketika tengah hari. Atas dasar itu, pengukuran pH dianjurkan dilakukan pagi dan sore hari.
5. Kandungan gas di air tambak
Pada tambak intensif sering terjadi penimbunan bahan buangan seperti sisa pakan, bangkai plankton dan kotoran udang di dasar tambak. Oleh bakteri pembusuk, bahan-bahan ini akan diuraikan sehingga terjadi peningkatan kadar gas yang toksik bagi udang, misalnya amoniak dan hidrogen sulfida (H2S). Pada kadar amoniak 1,6 ppm, udang memang masih bisa mentolerirnya. Namun demikian kondisi terbaik buat udang bila kadar amoniak ini lebih kecil dari 1 ppm.
Adapun H2S sering dijumpai di dasar tambak dengan ciri berwarna hitam, dan baunya seperti telur busuk. Tindakan paling praktis untuk menurunkan kadar amoniak maupun hidrogen sulfida ini ialah dengan mengganti air tambak, memasang aerator, atau dengan menaburkan bahan penyerap gas beracun seperti Wonderstone, Zeolite, Zeokapkan, yang kini banyak beredar di pasaran.
6. Kekeruhan dan warna air
Kekeruhan air tambak dapat disebabkan oleh beberapa hal; karena plankton dan suspensi partikel koloid tanah berlumpur. Warna air tambak yang sering dijumpai adalah hijau, hijau tua sampai coklat kekuningan. Warna ini sangat dipengaruhi oleh plankton chorella yang berwarna hijau, sedang warna coklat kekuningan oleh diatome. Ganggang hijau atau chlorella cenderung terbentuk pada kadar garam air rendah dan diatome tumbuh subur pada kadar garam tinggi.
Penanganan masalah warna air ini harus dilakukan serius. Sebab, bila tidak, pertumbuhan plankton akan berlebihan. Akibatnya akan timbul beberapa masalah, seperti tingginya kadar oksigen terlarut pada siang hari, dan kekurangan pada malam hari. Umumnya, para petambak sudah harus berhati-hati bila hasil pengukuran menunjukkan angka kekeruhan air tambak 25-30 cm. Pengeolalaan dan Manajemen Kualitas Air Tambak Udang #JTP